ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN
HIPERPARATIROID
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Keperawatan
Medikal Bedah III
Oleh :
YOVIANUS LUSI BOLI
PO. 530320312 711
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN WAINGAPU
2014
BAB I
KONSEP DASAR
HIPERPARATIROID
I.
PENGERTIAN
Hiperparatiroid adalah
penyakit yang disebabkan oleh kelebihan sekresi hormon paratiroid (PTH) yang
ditandai dengan dekasifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang
mengandung kalsium..
Hormon paratiroid
mengawal konsentrasi kalsium dan fosfat didalam badan seseorang. Kesan utama
dari hormon paratiroid adalah meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan
meningkatkan pelepasan kalsium dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan
penyerapan kalsium oleh ginjal, dan meningkatkan produksi ginjal.
II.
KLASIFIKASI
v Hiperparatiroidisme primer (Primary
hyperparathyroidism)
Kebanyakan pesakit yang
menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi serum hormon paratiroid
yang tinggi. Kira-kira 85% dari keseluruhan hiperparatiroid primer disebabkan
oleh adenoma tunggal. Sedangkan 15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar
(contoh berbagai adenoma atau hiperplasia). Sedikit hiperparatiroidisme utama
disebabkan oleh paratiroid karsinoma.
v Hiperparatiroidisme sekunder
(Secondary hyperparathyroidisme)
Hiperparatiroidisme
sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan kerana rangsangan
produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkaitan dengan kegagalan
ginjal akut. Penyebab umum lainnya adalah disebabkan oleh kekurangan vitamin D.
v Hiperparatiroidisme tersier
(Tertiary hyperparathyroidisme)
Hiperparatiroidisme
tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder yang telah
diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan
perkembangan hipersekresi hormon paratiroid dan ini akan menyebabkan
peningkatan kalsium di dalam darah yaitu hiperkalsemia(hypercalcemia).
III.
PATOFISIOLOGI
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathyroid hormone,
PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan
kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh
kadar kalsium plasma, hormon tidak akan di sintesis bila kadar kalsium tinggi
dan akan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi
kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus,
sebaliknya mengurangkan reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang.
Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan
homeostasis kalsium iaitu di ginjal, tulang dan usus.
Hiperparatiroid primer terjadi akibat meningkatnya sekresi PTH, biasanya
adanya suatu edema paratiroid. Normalnya, kadar kalsium yang rendah menstimulasi
sekresi PTH, sedangkan kadar kalsium yang tinggi menghambat sekresi PTH. Pada
hiperparatiroid primer, PTH tidak tertekan dengan meningkatnya kadar kalsium,
hal ini menimbulkan keadaan hiperkalsemia. Dalam beberapa hal, peningkatan
kalsium serum merupakan satu – satunya tanda disfungsi paratiroid dan
terdeteksi dengan pemeriksaan rutin. Akibat peningkatan kalsium pada otot
menimbulkan hipotonusitas otot – otot kerangka, reflek tendon dan otot – otot
gastrointestinal. Melemahnya otot dan timbulnya kelemahan sering dijumpai. Jika
kadar kalsium serum meningkat antara 16 sampai 18 mg/dl, krisis hiperkalsemia
akut terjadi. Muntah –muntah dengan hebat menyebabkan dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit.
Hiperparatiroid sekunder timbul karena suatu keadaan hipokalsemi kronik,
seperti pada gagal ginjal. Hiperplasi kelenjar paratiroid terjadi dengan
meningkatnya PTH. Pada beberapa pasien dengan keadaan ini, kelenjar paratiroid
memiliki sifat otonom dan kehilangan sifat responsivitasnya terhadap kadar kalsium
serum (hiperparatiroid tersier)
Hiperparatiroid menyebabkan hiperkalsemia dan hipofosfatemia. Terdapat
peningkatan ekresi baik kalsium maupun fosfat urin dengan efek sebagai berikut
:
1. Ketidakmampuan ginjal untuk memekatkan urin.
2. Poliuria
3. Peningkatan risiko terjadinya batu ginjal dengan
akibat selanjutnya berupa obstruksi saluran kencing maupun infeksi.
4. Kalsifikasi tubuli renalis.
Kehilangan kalsium dari jaringan tulang mengawali demineralisasi tulang,
fraktur patologis, atau penyakit kista tulang yang menyebabkan nyeri tulang.
IV.
ETIOLOGI
- Primer (sekresi PTH tidak sesuai )
§ Adenoma (tersering > 80 %)
§ Hiperplasi
-
mungkin
familial
-
mungkin
disertai dengan neoplasia endokrin multipel
-
mungkin
familial dan disertai dengan kalsium urin rendah (hiperkalsemi hipokalsiurik
familial)
§ kira – kira 50% tanpa gejala
- Sekunder (sekresi PTH sesuai)
§ Gagal ginjal kronik
§ Malabsorbsi
- kelainan
gastrointestinal
- kelainan hepatobilier
§ Penyebab lain dari hipokalsemi
- Tersier (sekresi PTH autonom ditambah dengan hiperparatiroid sekunder terdahulu)
§ Sangat jarang
§ Hipernefroma
§ Karsinoma sel skuamuosa paru
V.
MANIFESTASI KLINIS
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda – tanda dan gejala akibat
terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah,
kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat
terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah.
Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung
dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium
pada otak serta sistem syaraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan
potensial eksitasi jaringan syaraf dan otot.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroid dapat terjadi
akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel – sel
raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoklas yang berlebihan. Pasien dapat
mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan
persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan
pemendekan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroid
merupakan faktor resiko terjadinya fraktur.
Insidens ulukus peptikum dan pankeatis meningkat pada hiperparatiroid dan
dapat menyebabkan terjadinya gejala gastrointestinal.
VI. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Diagnosis hiperparatiroid primer ditegakan berdasarkan kenaikan persisten
kadar kalsium serum dan peningkatan kadar parathormon. Pemeriksaan
radioimmunoassay untuk parathormon sangat sensitif dan dapat membedakan hipertiroid
primer dengan penyebab hiperkalsemia lainnya pada lebih dari 90% pasien yang
mengalami kenaikan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang non
spesifik karena kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat – obatan
dan perubahan pada ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan
pemeriksaan sinar – X atau pemindai tulang pada kasus – kasus penyakit yang
sudah lanjut. Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk
membedakan hiperparatiroid primer dengan keganasan, yang menjadi penyebab
hiperkalsemia. Pemeriksaan USG , MRI, pemindai thallium serta biopsi jarum
halus telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan
lokasi kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.
VII. PENATALAKSANAAN
Awitan hiperparatiroid yang berlangsung perlahan – lahan dan sifatnya
yang kronis disertai berbagai gejala yang sering tidak jelas dapat menimbulkan
depresi dan frustasi. Keluarga mungkin sudah menganggap sakit pasien bersifat
psikosomatik. Kewaspadaan terhadap perjalanan kelainan ini dan pendekatan
perawat yang penuh pengertian dapat membantu pasien serta keluarga untuk
menghadapi seluruh reaksi dan perasaan mereka. Terapi yang dianjurkan bagi
pasien hiperparatiroid primer adalah tindakan bedah untuk mengangkat jaringan
paratiroid yang abnormal. Namun demikian, pada sebagian pasien yang asimtomatik
deisertai kenaikan kadar kalsium serum ringan dan fungsi ginjal yang normal,
pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien dipantau dengan cermat akan adanya
kemungkinan bertambah parahnya hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang,
gangguan ginjal atau pembentukan batu ginjal. Pada hipertiroid sekunder,
penatalaksanaannya dengan cara menghilangkan penyebab yang mendasarinya dan
memperbaiki kadar kalsium plasma.
BAB
II
ASUHAN
KEPERAWATAN DENGAN HIPERPARATIROID
I.
PENGKAJIAN
Tidak terdapat manifestasi yang jelas tentang hiperparatiroid dan
hiperkalsemia resultan. Kumpulkan riwayat kesehatan yang lengkap dari klien
untuk mencari apakah terdapat risiko. Klien mungkin menunjukan perubahan
psikologis seperti letargi, mengantuk, penurunan memori, dan labilitas
emosional, semua manifestasi yang tampak pada hiperkalsemia.
Pengkajian keperawatan yang reinci mencakup :
1.
Riwayat kesehatan klien
2.
Riwayat penyakit dalam keluarga
3.
Keluhan utama antara lain :
{
Sakit kepala, kelemahan, lethargi, dan kelelahan
otot
{
Gangguan pencernaan seperti mual, muntah,
anoreksia, obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat
badan.
{
Depresi
{
Nyeri tulang dan sendi
4.
Riwayat trauma / fraktur tulang
5.
Riwayat radiasi daerah leher dan kepala
6.
Pemeriksaan fisik yang mencakup
{
Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang
{
Amati warna kulit, apakah tampak pucat
{
Perubahan tingkat kesadaran
7.
Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda
psikosis organik seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian
akan mengancam.
8.
Pemeriksaan diagnostik termasuk :
{
Pemeriksaan laboratorium: dilakukan untuk
menentukan kadar kalsium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting
dalam menegakan kondisi hiperparatiroid. Hasil pemeriksaan laboratorium pada
hperparatiroid. Hasil pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroid primer akan
ditemukan peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum posfat anorganik menurun
sementara kadar kalsium dan posfat urine meningkat.
{
Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan
tulang dan terbentuk kista dan trabekula pada tulang.
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan
hiperparatiroid antara lain :
1.
Risiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang
yang mengakibatkan fraktur patologi.
2.
Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan
keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia.
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia dan
mual
4.
Konstipasi berhubungan dengan efek merugikan dari
hiperkalsemia pada saluran gastrointestinal.
III.
INTERVENSI
Dx I : Risiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang yang
mengakibatkan fraktur patologi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak
akan mengalami cedera.
NOC : Pengendalian resiko
Kriteria hasil :
- Pantau faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan
- Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko
- Mempersiapkan lingkungan yang aman
- Mengidentifikasikan yang dapat meningkatkan reiko cedera
- Menghindari cedera fisik
Keterangan skala:
1: Tidak pernah menunjukan
2: Jarang menunjukan
3: Kadang menunjukan
4: Sering menunjukan
5: Selalu menunjukan
NIC : Mencegah jatuh
- Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan.
- Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko jatuh
- Periksa pasien apakah mengalami /terkena kontriksi karena bekuan darah
tersayat, luka bakar, atau memar.
DX II : Kerusakan eliminasi urine
berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia, dan
hiperfosfatemia.
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan klien akan kembali pada haluaran urine normal,
seperti yang ditunjukan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 – 60
ml/jam
NOC: Eliminasi urine
Kriteria hasil:
- Mampu ke toilet secara mandiri
- Tidak ada infeksi saluran kemih
- Pola pengeluaran urine yang dapat diperkirakan
- Eliminasi urine tidak terganggu
Keterangan skala:
1: Tidak pernah menunjukan
2: Jarang menunjukan
3: Kadang menunjukan
4: Sering menunjukan
5: Selalu menunjukan
NIC : Penatalaksanaan eliminasi urine
Intervensi :
- Pantau eliminasi urine meliputi frekuensi,konsistensi, bau, volume, dan
warna yang tepat.
- Dapatkan spesimen urine pancar tengah untuk urinalisis dengan tepat
- Instruksikan pasien untuk berespon segera terhadap kebutuhan eliminasi
urine.
- Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan saat makan diantara waktu
makan dan diawal petang.
- Informasikan pada pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran
kemih.
DX III : Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan mual
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan mendapat
asupan makanan yang adekuat, seperti yang dibuktikan oleh tidak adanya mual dan
kembali pada atau dapat mempertahankan berat badan ideal.
NOC : Nutritional status : food and fluid intake
Kriteria hasil :
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
- Berat badan ideal seuai dengan tinggi badan.
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
- Tidak ada tanda – tanda malnutrisi.
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Keterangan skala:
1: Tidak pernah menunjukan
2: Jarang menunjukan
3: Kadang menunjukan
4: Sering menunjukan
5: Selalu menunjukan
NIC : Nutrition management
Intervensi :
- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
- Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi.
- Berikan makanan yang sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi (diit
rendah kalsium untuk memperbaiki hiperkalsemia)
Dx IV : Konstipasi berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia
pada saluran gastrointestinal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan
mempertahankan pola BAB normal, seperti yang dibuktikan oleh BAB setiap hari
(sesuai dengan kebiasaan pasien).
NOC : Eliminasi defekasi
Kriteria hasil :
- Mengeluarkan feses tanpa bantuan
- Mengkonsumsi cairan dan serat yang adekuat
- Latihan dalam jumlah yang adekuat
- Melaporkan keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri.
Keterangan skala :
1 : ekstrim
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak
NIC : Penatalaksanaan konstipasi
- Kaji warna dan konsistensi feses
- Kaji adanya inpaksi
- Pantau adanya tanda dan gejala ruptur usus
- Ajarkan pada pasien tentang efek diet (misal : cairan dan serat ) pada
eliminasi.
- Tekankan penghindaran mengejan selama defekasi untuk mencegah perubahan
pada tanda vital.
IV.
EVALUASI
Dx I : Risiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang yang
mengakibatkan fraktur patologi.
Kriteria hasil : skala
- Pantau faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan (5)
- Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko (5)
- Mempersiapkan lingkungan yang aman (5)
- Mengidentifikasikan yang dapat meningkatkan reiko cedera (5)
- Menghindari cedera fisik (5)
DX II : Kerusakan eliminasi urine
berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia, dan
hiperfosfatemia.
Kriteria hasil: skala
- Mampu ke toilet secara mandiri (5)
- Tidak ada infeksi saluran kemih (5)
- Pola pengeluaran urine yang dapat diperkirakan (5)
- Eliminasi urine tidak terganggu (5)
DX III : Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia dan mual
Kriteria hasil : skala
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan. (5)
- Berat badan ideal seuai dengan tinggi badan. (5)
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. (5)
- Tidak ada tanda – tanda malnutrisi. (5)
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti. (5)
Dx IV : Konstipasi berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia
pada saluran gastrointestinal.
Kriteria hasil : skala
- Mengeluarkan feses tanpa bantuan (5)
- Mengkonsumsi cairan dan serat yang adekuat (5)
- Latihan dalam jumlah yang adekuat (5)
- Melaporkan keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri. (5)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Hiperparatiroid adalah
penyakit yang disebabkan oleh kelebihan sekresi hormon paratiroid (PTH).
Hiperparatiroid ada tiga jenis yaitu hiperparatiroid pimer, sekunder dan
tersier. Hipertiroid menyebabkan keadaan hiperkalsemia dan hipofosfatemia.
Saran :
Hal – hal yang
perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya hiperparatiroid :
Ø
Minum banyak air terutama air putih. Meminum
banyak cairan dapat mencegah pembentukan batu ginjal.
Ø
Senam dan olah raga. Ini salah satu cara terbaik
untuk membentuk tulang kuat dan memlambatkan kerusakkan tulang.
Ø
Pengambilan vitamin D. Pengambilan vitamin D
yang mencukupi dapat membantu dalam penyerapan kalsium.
Ø
Jangan merokok. Merokok dapat meningkatkan
perapuhan tulang seiring meningkatnya masalah kesehatan.
Ø
Berwaspada terhadap kondisi yang dapat
meningkatkan kadar kalsium. Kondisi tertentu seperti penyakit gastrointestinal
dapat menyebabkan kadar kalsium dalam darah meningkat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar