Minggu, 13 April 2014

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN PNEUMONIA



ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN
PNEUMONIA
  




Oleh :
YOVIANUS LUSI BOLI
PO. 530320312 711



KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN WAINGAPU
2014


BAB I
PENDAHULUAN

I.1.       LATAR BELAKANG
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, dari broncheolus terminalis yang mencakup broncheolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Fitriarma Putri Santoso, 2012).
Data WHO menunjukkan sekitar 800.000 hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia (Eko Sutriyanto, 2012). Prevalensi pneumonia di Indonesia terdapat 60 % kasus. Proporsi kematian balita karena pneumonia menempati urutan ke dua  (Riskesda 2007). Faktor resiko pneumonia adalah kurangnya pemberian air susu ibu  eksklusif, gizi buruk, polusi udara dalam ruangan berat badan lahir rendah, kepadatan penduduk dan kurangnya imunisasi campak. Agar terhindar dari komplikasi pneumonia yaitu meningitis purulenta, otitis media, sinusitis, abses kulit, perikarditis serta jika tidak terobati dengan baik maka dapat menyebabkan kematian. Upaya pemberian air susu ibu  eksklusif, gizi yang baik dan pengontrolan kesehatan merupakan upaya pencegahan terjadinya pneumonia. Oleh karena itu dibutuhkan pengetahuan dan kesadaran keluarga dalam mengontrol kesehatan anaknya.
Pada 2012,  (lembaga internasional Australian Aid) mencatat 791 kasus kematian balita, dan hingga Juli 2013 angka kematian balita di NTT telah mencapai 431 kasus. Dari angka itu, ditemukan satu dari empat balita  di NTT meninggal dunia karena penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu pneumonia. Menurut dr Mesty Ariotedjo, mantan dokter PTT di sebuah Puskemas di Ruteng, NTT, ISPA pneumonia adalah pembunuh terbesar di NTT, selain manultrisi atau gizi buruk. Kondisi itu, menurut Mesty bermuasal dari perumahan dan tata kelola sanitasi masyarakat yang buruk.
Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Timur, di laporkan angka kesakitan pasien dengan pneumonia tahun tahun 2012 berjumlah 258 kasus. Pada tahun 2013 terdapat 201 kasus balita dengan penyakit pneumonia. Hasil pengamatan dan pengambilan data awal di RSUD Umbu Rara Meha Waingapu dilaporkan tahun 2012 terdapat 214 kasus pneumonia dan terdapat 1 kasus kematian balita berusia 1 tahun. Sedangkan pada tahun 2013 diperoleh data 158 kasus dengan 12 kasus kematian balita yang terdiri dari 9 anak berusia 1 tahun dan 3 diantaranya berusia 1,4 tahun (Medical Record, RSUD Waingapu).
Dari hasil wawancara yang dilakukan pada bulan februari 2014 di Ruang Anggrek RSUD Waingapu terhadap ibu balita didapatkan informasi bahwa mereka tidak mengetahui tentang gejala pneumonia, anak dibawa kerumah sakit jika sudah sesak napas dan kejang. Pengetahuan yang baik tentang gejala pneumonia merupakan salah satu pilihan yang dapat diberikan pada keluarga dalam upaya mengurangi faktor resiko terjadinya pneumonia dan mencegah terjadinya komplikasi serta kematian balita.
Berdasarkan data tersebut dipandang perlu dilakukan penelitian dengan judul “ Studi Deskriptif Pengetahuan Ibu Balita terhadap gejala Pneumonia Di Ruang Anggrek RSUD Umbu Rara Meha Waingapu ”.


I.2.       PERUMUSAN MASALAH
1.2.1        Pernyataan Masalah
Masih rendahnya pengetahuan keluarga (ibu) terhadap gejala pneumonia, dan yang terjadi anak dibawa kerumah sakit setelah sudah mengalami tanda dan gejala sesak napas hebat dan kejang, bahkan sudah dalam keadaan sakratul maut yang didukung dengan data kematian 2 tahun terakhir (2012-2013)
1.2.2        Pertanyaan Masalah
Bagamanakah pengetahuan ibu balita terhadap gejala Pneumonia di Ruang  Anggrek RSUD Umbu Rara Meha Waingapu?
I.3.       TUJUAN PENELITIAN
           Mengidentifikasi pengetahuan ibu balita terhadap gejala Pneumonia di Ruang Anggrek RSUD Umbu Rara Meha Waingapu.
I.4.       MANFAAT PENELITIAN
I.4.1.    Bagi Tempat Penelitian
Sebagai masukan bagi perawat pelaksana perawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit pneumonia dan dengan upaya ini dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
I.4.2.    Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dan pengalaman langsung dalam mengidentifikasi pengetahuan ibu balita terhadap gejala pneumonia serta sebagai proses belajar dalam mengaplikasikan ilmu dan metode pengertian Ilmiah.



I.4.3.    Bagi Institusi Pendidikan
Menambah literatur program studi Keperawatan Waingapu dan sebagai bahan kajian yang mendalam bagi penelitian selanjutnya.
I.4.4.    Bagi Keluarga Pasien
Sebagai salah satu sumber informasi tentang gejala Pneumonia, serta upaya yang akan dilakukan.
I.5.       Keaslian Penelitian
1. Triya Rokhana (2009), adalah menggunakan variabel tunggal yakni pengetahuan ibu balita tentang penyakit ISPA, jenis penelitiannya adalah deskriptif.
2. Anita Sinta Resmi (2009), adalah menggunakan 2 variabel tingkat pengetahuan dan sikap ibu terhadap upaya pencegahan ISPA, jenis penelitiannya analitik.
3.  Penelitian saya menggunakan satu variabel yaitu pengetahuan Ibu balita terhadap gejala pneumonia, jenis penelitian saya adalah deskriptif.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1              KONSEP PNEUMONIA
2.1.1    Pengertian
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian alveoli dengan cairan. Penyebabnya termasuk berbagai agen infeksi, iritan kimia, dan terapi radiasi (Marlyn E. Doengoes, dkk. 2002). Pada penderita pneumonia, nanah (pus) dan cairan akan mengisi alveoli sehingga terjadi kesulitan penyerapan oksigen. Hal ini mengakibatkan kesukaran bernapas (Depkes RI, 2007 ).
          Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorium dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Slamet Suyoso, 2001). Definisi lain menyebutkan bahwa pada pneumonia terjadi peradangan pada salah satu atau kedua organ paru yang disebabkan oleh infeksi (Machmud, 2006),
2.1.2 Etiologi
Umumnya adalah bakteri streptococcus dan haemopilus influensa, pada bayi dan anak kecil ditemukan stapilococcus aerus sebagai penyebab pneumonia yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi (Arief Mansjoer, 2001). Pendapat lain mengatakan pneumonia juga disebabkan oleh jamur ( Candida Albicans ) dan aspirasi karena makanan atau benda asing (Depkes RI, 1993). Pneumonia pada balita lebih sering disebabkan oleh virus salah satunya Respiratory syncytial virus (Machmud, 2007).
2.1.3        Patofisiologi dan Patogenesa
Bakteri penyebab terhisap ke paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema yang mempermudah poliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, terjadinya sebutan sel Polimorfunuklear, fibrin, eritrisit, cairan edema dan kuman dialveoli. Proses ini masuk dalam stadium hepatisasi merah sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pula fibrin dan leukosit polimorfunuklear di alveoli dan proses fagositosis yang cepat. Dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag dialveoli, degerasi sel dan menipisnya fibrin serta menghilangnya kuman dan defibris. Proses kerusakan yang terjadi dapat dibatasi dengan pemberian antibiotik sedini mungkin agar sistem bronkopulmonal yang tidak terkena dapat diselamatkan (Arief Mansjoer, 2001). Penyakit pneumonia sebenarnya merupakan manifestasi dari rendahnya daya tahan tubuh seseorang akibat meningkatnya kuman patogen seperti bakteri dan virus yang menyerang saluran pernapasan ( Kanra dalam Machmd, 2006)
2.1.4        Manifestasi Klinis
Secara umum dapat dibagi menjadi :
a.       Manifestasi nonspesifik toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, napsu makan kurang, keluhan gastrointestinal  dan dapat terjadi kejang.
b.      Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnue, ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan cianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
c.       Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah kedalam saat bernapas bersama dengan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubelas tepat diatas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/menigismus (iritasi meningen tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen, (kadang terjadi iritasi mengenai diafrgama pada pneumonia tidak jelas). Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
2.1.5 Komplikasi
Abses kulit, jaringan lunak, otitis media, sinusitis, meningitis purulenta, perikarditas dan epiglotis kadang ditemukan pada infeksi virus Influenzae Tipe B.
2.1.6        Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan tanda dan gejala, disertai pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan atau serologi. Karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan, WHO mengajukan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut pneumonia dibedakan atas :
1)        Pneumonia sangat berat bila ada cianosis sentral dan tidak sanggup minum, harus dirawat di Rumah Sakit dan diberi Antibiotik.
2)        Pneumonia berat bila ada retraksi tanpa cianosis dan masih sanggup minum dirawat di Rumah Sakit dan diberi Antibiotik.
3)        Pneumonia : bila tidak ada retraksi, tanpa napas cepat.
a)      50 x/menit pada anak 2 bulan – 1 tahun
b)      40 x/menit pada anak 1 – 5 tahun
c)      Tidak perlu dirawat, cukup diberi antibiotik oral.
4)        Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotika.
2.1.7   Pemeriksaan Penunjang
1)        Pemeriksaan darah menunjukkan leukositos dengan predominan polimorfunuklear atau dapat ditemukan leukopenia yang menandakan prognosis buruk, dapat ditemukan anemia ringan.
2)        Pemeriksaan radiologis memberi gambaran bervariasi :
a)    Bercak konsolidasi merata pada pneumonia.
b)   Bercak pneumonia satu lobus pada pneumonia lobaris.
c)    Gambaran broncopneumonia difusi atau infiltrat interstialis pada pneumonia stapilococcus.
d)   Pemeriksaan cairan pleura.pemeriksaan mikrobiologik, specimen usap tenggorok, sekresi nasofaring, sputum, darah, aspirasi, trakea, fungsi pleura atau aspirasi paru.
2.1.8        Penatalaksanaan
a.       Sebelum MRS/ di rumah
1.      Atur posisi anak agar lebih mudah bernapas misalnya dengan posisi fowler.
2.      Mengajarkan anak batuk efektif yaitu dengan menarik napas panjang kemudian dibatukkan sambil mengeluarkan dahak / sputum.
3.      Bila terjadi kejang, tindakan yang harus dilakukan :
a)      Pasang spatel diantara gigi geraham
b)      Bersihkan jalan napas anak
c)      Longgarkan pakaian anak dan beri lingkungan yang nyaman
d)     Awasi anak jangan sampai terbentur atau jatuh dari tempat tidur.
4.      Bila suhu badan anak tinggi, turunkan dengan cara :
a)      Kompres dengan air dingin
b)      Kenakan pakaian yang tipis
c)      Berikan ekstra minum bila mungkin
d)     Observasi suhu secara rutin
Bawa anak ke Puskesmas atau Rumah Sakit secepat mungkin bila ada tanda / gejala pneumonia lebih lanjut.
b.      Penatalaksanaan MRS
1.      Oksigen 1-2 liter / menit
2.      I-VFD Dokse 10 % : NaCL 0,9 % + 3 : 1 + KCL 10 mEQ / 500 ml cairan
                            i.      Jumlah cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi
3.      Jika sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai makanan enteral melalui selang nasograstik dengan feeding drip
4.      Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dengan beta sgonis untuk memperbaiki transport mukosilier
5.      Antibiotik sesuai hasil biakan / berikan :
1.    Untuk kasus pneumonia community base :
a)      Ampisiclin 100 mg/Kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
b)      Kloramfenicol 75 mg/Kg BB/ hari dalam 4 kali pemberian
2. Untuk kasus Pneumonia hospital base :
a)      Cefotaxime 1000 mg/Kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
b)      Amitaksim 10-15 mg/Kg BB/hari dalam 4 kali pemberian

2.2      KONSEP PENGETAHUAN
2.2.1.      Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek (Notoatmodjo, 2003 : 127). Penginderaan disini yakin pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan mempunyai dua pengertian, pertama adalah segala apa yang diketahui (Kepandaian), kedua adalah segala apa yang diketahui berkenaan dengan hal (Kamus besar bahasa Indonesia, 2001).
2.1.2        Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003 :128) mengemukakan bahwa pengetahuan yang dicakup dalam dominan mempunyai enam tingkat yaitu :

1.      Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall). Oleh sebab itu “tahu“ merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2.      Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramal dan lain sebagainya.
3.      Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
4.      Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek kedalam komponen-komponen.
5.      Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6.      Evaluasi (Evalution)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

2.1.3.       Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan
a)      Pendidikan
Rendahnya pengetahuan dan pendidikan dasar merupakan faktor penyebab mendasar terpenting karena sangat mempengaruhi tingkat kemampuan idividu, keluarga dan masyarakat dalam mengelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan kecukupan bahan makan serta sejauh mana sarana pelayanan kesehatan, sanitasi lingkungan yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya (Depkes, 2004: 4).
Menurut Sukarni (2000 : 19) pengetahuan dan pendidikan formal serta ikut sertaan dalam pendidikan non formal dari orang tua dan anak-anak sangat penting dalam menentukan status kesehatan, fertilitas dan status gizi keluarga.
b)      Usia
Di Indonesia penduduk usia muda umur 10-14 tahun sudah dapat membaca dan menulis huruf latin, sedangkan tingkat buta huruf paling tinggi terdapat pada penduduk usia lanjut (Sukarni, 2000 : 19)
c)      Pekerjaan
Banyak pabrik mempekerjakan wanita muda yang belum menikah. Jelas ini suatu kesempatan yang baik untuk melengkapi dengan bahan-bahan informasi kesehatan dan keluarga berencana kepada wanita yang belum menikah (Sukarni, 2000 : 22).
d)     Informasi
Dengan adanya informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara memelihara kesehatan, cara-cara menghindari penyakit dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut (Notoatdmojo, 2003 : 145).
e)      Kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi/ sikap seseorang (Saifuddin Azwar, 2007).
f)       Lingkungan
Lingkungan adalah segalah yang berpengaruh pada diri individu dalam berperilaku. Dengan lingkungan dapat mempengaruhi manusia sehingga kenyataannya akan menuntut suatu keharusan sebagai makhluk sosial yang dalam keadaan bergaul satu dengan yang lainnya (Purwanto, 1999).
2.1.4.   Kriteria Pengetahuan
Secara kuantitatif pengetahuan yang dimiliki seseorang dibagi menjadi tiga (Nursalam, 2003) yaitu :
a.       Baik apabila nilai 76 % - 100 % dari jumlah pertanyaan
b.      Cukup apabila nilai 56 % - 75 % dari jumlah pertanyaan
c.       Kurang apabila nilai < 56 % dari jumlah pertanyaan
2.3.      KONSEP DASAR IBU
Ibu adalah sebutan untuk seorang perempuan yang telah melahirkan kita atau wanita yang sudah bersuami. (Sampurno, 2003 : 184). Ibu adalah sebutan untuk orang perempuan yang telah melahirkan kita, wanita yang telah bersuami, panggilan yang lazim pada wanita (Poerwodarminto, 2003).
Pengetahuan ibu berperan besar terhadap kejadian pneumonia balita. Pengetahuan tersebut diperoleh dari jenjang pendidikan ibu. Hal ini berkaitan dengan perilaku ibu memberikan perilaku memadai dan bergizi terhadap anaknya dan perilaku ibu dalam pencarian pengobatan. Pengetahuan yang lebih jauh tentang penyakit pneumonia dan praktek pelayanan yang benar akan meningkatkan keberhasilan dalam upaya penurunan angka kesakitan dan kematian akibat pneumonia ( Machmud 2006 : 16).
Pengetahuan yang berhubungan dengan kesehatan menurut (Soekidjo, 1993) menyatakan bahwa pengetahuan tentang kesehatan adalah kumpulan dengan tujuan untuk menjawab permasalahan hidup sehari-hari yang dihadapi berkaitan dengan kesehatan. Yang dimaksud dengan pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil pengetahuan panca indera yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs) tahyul (superfision) dan penerangan-penerangan yang keliru (missinformation).
2.4.      KONSEP DASAR BALITA
Balita adalah bawah lima tahun, yaitu anak-anak yang berada dalam kelompok usia 0-5 tahun. (Kamus istilah kependudukan keluarga berencana keluarga sejahtera, 1997). Balita adalah anak balita usia 0-5 tahun (Hendra 2003).
Balita adalah kepanjangan dari bawah 5 tahun yaitu anak-anak yang berada dalam kelompok usia 0-5 tahun (BKKBN, 2006 : 5).
Balita dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Kelompok usia 0-1 tahun disebut usia bayi
2.  Kelompok usia 1-3 tahun disebut usia toddler
3. Kelompok usia 3-5 tahun disebut usia Pra-sekolah (APRAS)(BKKBN, 2006)
2.5       FAKTOR RESIKO PNEUMONIA
Faktor-faktor resiko kesakitan (morbiditas) pneumonia adalah antara lain : umur, jenis kelamin, gizi kurang, riwayat BBLR, pemberian ASI yang kurang memadai, status imunisasi, polusi udara, kepadatan rumah tangga, ventilasi udara dan pemberian makan yang terlalu dini (Depkes RI, 2004).
2.5.1    Faktor Anak
2.5.1.1 Umur
Umur merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab penyakit karena umur dapat memperlihatkan kondisi kesehatan seseorang. Anak-anak yang berumur 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit pneomonia dibanding anak-anak diatas usia 2 tahun. Hal ini disebabkan oleh imunisasi yang belum sempurna dan lubang pernapasan yang masih relatif sempit (Depkes RI, 2008).
2.5.1.2 Jenis Kelamin                               
Didalam buku pedoman P2 ISPA, disebutkan bahwa anak dengan jenis kelamin laki-laki mempunyai resiko 2,19 kali lebih tinggi terkena pneumonia dibandingkan perempuan.  (Depkes RI, 2004).
2.5.1.3 Riwayat BBLR
Berat badan lahir rendah (BBLR)(neonatus) yang lahir dengan
 berat badan kurang dari 2500 gram. Balita dengan berat badan lahir rendah umumnya lebih beresiko terhadap kematian, bahkan sejak awal-awal masa kehidupannya. Hal ini disebabkan karena zat anti kekebalan didalam tubuhnya belum sempurna. Balita dengan berat badam
n lahir rendah memiliki resiko yang lebih besar untuk menderita pneumonia (Abdullah, 2008).

2.5.1.4 Pemberian ASI
ASI (Air Susu Ibu) adalah air susu yang alami diproduksi oleh ibu dan merupakan makanan paling sempurna dan sumber gizi yang ideal yang mengandung nutrisi dan zat-zat penting yang berfungsi sebagai sistem kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. Bayi yang tidak mendapat A
Air susu ibu lebih beresiko meninggal dunia dua kali lebih besar akibat pneumonia dibanding bayi yang mendapat air susu ibu ( Machmud, 2006).
          
2.5.1.5 Status Gizi
Status gizi adalah salah satu faktor yang menentukan derajat kesehatan, khususnya pada anak. Status gizi pada anak dapat dinilai dari pengukuran berat badan dan tinggi (panjang) badan. Kekurangan gizi (malnutrisi) dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Anak yang kurang memperoleh asupan gizi memiliki resiko yang besar terkena pneumonia (Depkes RI, 2006)
2.5.1.6 Status Imunisasi
Pada dasarnya beberapa penyakit infeksi pada anak-anak dapat dicegah dengan imunisasi antara lain : difteri, pertusis, tetanus, hepatitis, tuberculosis, campak dan polio. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit yang dapat dicegah yaitu dengan imunisasi campak dan pertusis. Penyakit pertusis berat dapat menyebabkan infeksi saluran napas berat seperti pneumonia. Oleh karena itu pemberian imunisasi DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus) dapat mencegah penyakit pneumonia (Machmud, 2006).


2.5.2    Faktor Orang Tua (Ibu Balita)
Pendidikan ibu adalah salah satu faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi kejadian pneumonia pada balita. Hal ini berkaitan dengan perilaku ibu dalam memberikan makanan yang memadai dan bergizi kepada anaknya dan perilaku mencari pengobatan. Pengetahuan lebih jauh tentang penyakit pneumonia dan praktek pelayanan yang benar akan meningkatkan keberhasilan dalam upaya penurunan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit pneumonia (Machmud, 2006).
2.5.3    Faktor Sosial Ekonomi
Faktor sosial-ekonomi merupakan salah satu kontributor utama dalam penyakit pernapasan. Balita yang hidup dalam keluarga dengan sosial ekonomi Syang rendah cenderung kurang mendapat asupan makanan yang cukup sehingga lebih rentan terkena penyakit. Sosial ekonomi yang rendah dapat mempengaruhi upaya pencarian pengobatan.
2.5.4    Faktor Lingkungan
Polusi udara dapat terjadi baik didalam maupun diluar rumah. Anak-anak yang lebih sering berada didapur atau kamar tidur yang berdekatan dengan dapur lebih beresiko untuk mengalami gangguan pernapasan. Balita yang terpapar dengan bahan bakar tanah secara signifikan beresiko mengalami pneumonia dibandingkan yang tidak terpapar. Sementara itu, adanya perokok dalam rumah dapat meningkatkan pajanan asap rokok kepada anggota keluarga lainnya. Hal inilah yang merupakan faktor resiko ganggan pernapasan pada anak balita (Smith, 2006).
BAB III
KERANGKA KONSEP



3.1.      KERANGKA KONSEP
Faktor internal yang mempengaruhi pengetahuan :
-          Intelegensia
-          Minat
-          Kondisi Fisik
Faktor Eksternal yang mempengaruhi pengetahuan :
-          Keluarga
-          Masyarakat
-          Sarana
-          Pendekatan cara (proses) belajar
Upaya lambat :
Penyembuhan kurang, kejadian dan kematian pneumonia meningkat
Pengetahuan ibu balita Terhadap Gejala Pneumonia
Baik
Kurang
Upaya cepat :
Penyembuhan baik angka kejadian dan kematian Pneumonia menurun
 














Keterangan :

                                    : Diteliti
                                   
                                    : Tidak diteliti
Gambar 3.1 Kerangka konsep pengetahuan ibu balita terhadap gejala pneumonia di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Umbu Rara Meha Waingapu
3.2.      DEFINISI OPERASIONAL
Definisi Operasional adalah definisi yang diberikan pada suatu variabel dengan cara memberikan arti yang diberikan untuk mengukur variabel tersebut (Hidayat, 2009).
Tabel 3.2 Definisi operasional pengetahuan ibu balita terhadap gejala pneumonia di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Umbu Rara Meha Waingapu

Variabel
Definisi Operasional

Parameter

Alat Ukur

Skala

Skor
Pengetahuan Ibu Balita

Segala sesuatu yang diketahui oleh ibu balita terhadap gejala dari pneumonia

Pengetahuan
o Definisi pneumonia
o Gejala-gejala pnemonia
o Upaya-upaya yang dilakukan

Kuisoner

Ordinal

Baik jika dapat menjawab  pertanyaan 9-12
Cukup jika menjawab 5-8
Kurang jika dapat menjawab < 5


BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A.    JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif untuk mendapatkan gambaran pengetahuan ibu balita terhadap gejala dari penyakit pneumonia di Ruang Anggrek RSUD Umbu Rara Meha Waingapu.
B.     RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan studi kasus (study case) yaitu meneliti suatu masalah melalui suatu kelompok yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pengetahuan ibu balita terhadap penyakit pneumonia di Ruang Anggrek RSUD Umbu Rara Meha Waingapu.
C.     POPLASI DAN SAMPEL
1.      Populasi
Populasi adalah keseluruhan suatu variabel yang menyangkut masalah yang diteliti (Nursalam, 2003), sedangkan menurut Notoatmodjo, 2002 populasi adalah keseluruhn obyek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai anggota sedang menderita penyakit pneumonia di Ruang Anggrek RSUD Umbu Rara Meha Waingapu.
2.      Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti dengan sampling tertentu untuk bisa mempengaruhi atau mewakili populasi (Nursalam, 2003). Sedangkan menurut Notoatmodjo, 2002 sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti yang dianggap mewakili seluruh populasi.
Teknik sampling dalam penelitian ini adalah non random sampling yaitu accidental sampling, ialah dengan cara memilih sampel yang dilakukan dengan pengambilan kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia saat dilakukan penelitian. Sehingga besar sampel dalam penelitian ini adalah 14 responden
Kerena penelitian ini membutuhkan jawaban yang jujur untuk memperoleh informasi yang akurat maka sampel dalam penelitian ini di tambah dengan kriteria sebagai berikut :
a.       Kriteria inklusif
1.      Mempunyai balita yang sedang di rawat di ruang Anggrek RSUD Umbu Rara Meha Waingapu
2.      Ibu balita dapat berbahasa indonesia
3.      Ibu balita dapat membaca dan menulis
4.      Ibu balita menandatangani persetujuan untuk diteliti
b.      Kriteria eklusif
1.      Tidak mempunyai balita yang sedang sakit
2.      Ibu balita tidak dapa berbahasa indonesia dengan baik
3.      Ibu balita tidak dapat membaca dan menulis
4.      Ibu balita idak bersedia di teliti
D.    Variabel penelitian
1.      Variabel Independen (bebas)
Variabel independen adalah stimulus aktifis yang di manipulasi oleh peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada variabel dependen (Nursalam,2000). Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan ibu balita.
2.      Variabel Dependent (tergantung)
Variabel dependent adalah variabel yang muncul sebagai  akibat dari manipulasi suatu variabel independent. Variabel dependent dalam penelitian ini adalah penyakit pnemonia.
E.     Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian di ruang Anggrek RSUD Umbu Rara Meha Waingapu dengan waktu penelitian pada bulan mei 2014.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar